Setelah mengetahui bahwa dengan
niat, rutinitas Anda dapat bernilai ibadah, mungkin Anda berkata, "Apabila
benar demikian, betapa mudahnya jalan menuju surga ?" Betul teman-temanku,
namun walau demikian, ternyata selama ini Anda berjalan di tempat sehingga
tetap saja jauh dari pintu surga. Untuk membuktikannya, perkenankan saya
bertanya, "Berapa amalankah yang Anda kerjakan ketika Anda membaca tulisan
saya ini ?"
Tahukah anda, bahwa sejatinya saat
ini Anda sedang mengerjakan beratus-ratus amalan dan mungkin beribu-ribu
amalan? Anda terkejut keheranan dan bahkan tidak percaya ?
Untuk membuktikanya, izinkan saya
kembali bertanya, "Apakah saat ini Anda sedang berzina ? Apakah saat ini
Anda sedang memakan daging babi? Apakah saat ini Anda sedang menyembah patung?
Apakah saat ini Anda sedang mencari sanjungan (riya' dan sum'ah) ? Apakah saat
ini Anda sedang memakan riba ? Apakah saat ini Anda sedang minum khamer? Dan
masih banyak lagi pertanyan serupa yang sudah pasti jawabannya adalah,
"Tidak". Walau demikian, selama ini Anda tidak menyadari bahwa Anda
sedang mengerjakan semua amalan tersebut ketika Anda membaca tulisan ini atau
beraktifitas lainnya. Bila demikian adanya, tentu Anda tidak mendapatkan pahala
darinya, padahal Anda telah melakukannya.
Ibnu Hajar al-Asqalani As-Syafi’i رحمه الله berkata, "Yang benar, meninggalkan suatu amalan tanpa
disertai niat tidak mendapatkan pahala. Anda hanya mendapat pahala bila Anda
dengan sadar meninggalkan suatu hal. Sehingga barang siapa di hatinya tidak
terbetik sama-sekali tentang suatu amal maksiat, tentu tidak sama dengan orang
yang mengingatnya, lalu ia menahan diri darinya karena takut kepada Allah عزّوجلّ.." (Fathul Bari 1/15)
Penjelasan Ibnu Hajar ini
menggambarkan betapa pentingnya menghadirkan niat baik dalam setiap aktifitas
Anda. Tanpa perlu waktu, tenaga atau bekal apapun, lautan pahala menjadi milik
Anda. Semua itu dengan mudah Anda gapai hanya berbekal niat baik dalam hati
Anda.
Ibnul Qayyim رحمه الله lebih jauh menjelaskan, "Sungguh tujuan
dan keyakinan hati diperhitungkan pada setiap perbuatan, dan ucapan,
sebagaimana diperhitungkan pula pada amal kebaikan dan ibadah. Tujuan, niat dan
keyakinan dapat menjadikan satu amalan halal atau haram, benar atau salah,
ketaatan atau maksiat. Sebagaimana niat dalam amal ibadah menjadikannya
dihukumi wajib atau Sunnah, haram atau halal, dan benar atau salah. Dalil-dalil
yang mendasari kaedah ini terlalu banyak untuk disebutkan di sini." (I'lamul
Muwaqi’in, 3/118)
Hadits berikut adalah salah satu
dalil yang melandasi penjelasan ulama di atas :
إِنَّمَا
اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya setiap amalan pastilah
disertai dengan niat. Dan setiap pelaku amalan hanyalah mendapatkan apa yang ia
niatkan. Maka orang yang berhijrah karena menaati perintah Allah dan rasul-Nya,
maka ia mendapatkan pahala dari Allah karenanya, dan orang yang berhijrah
karena urusan dunia, atau wanita yang hendak ia nikahi, maka hanya itulah yang
akan ia dapatkan (tidak mendapatkan pahala di akhirat).” (Muttafaqun alaih)
download E-book
password : dzarrien